Satuan Pendidikan Aman Bencana Bagi Anak-Anak Difabel

Anak difabel merupakan kelompok yang beresiko tinggi terhadap bencana. Apabila bencana terjadi di sekitar kita, secara spontan kita akan bertindak untuk menyelamatkan diri dari bencana tersebut begitu juga dengan anak difabel mereka juga perlu dibekali ilmu mengenai tindakan untuk menyelamatkan diri dari bencana. Tindakan menyelamatkan diri tersebut dinamakan mitigasi (Rinanda, 2013). Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Upaya untuk mengurangi risiko bencana bagi anak difabel sangatlah diperlukan guna meminimalisir dampak yang diakibatkan oleh bencana.

Ancaman bencana bagi anak difabel tidak hanya ada di lingkungan tempat tinggalnya saja melainkan juga di sekolah. Partisipasi dari guru dan juga murid sangatlah diperlukan dalam sebuah satuan pendidikan. Mengingat ketika anak-anak berada di sekolah maka guru lah yang menjadi penanggung jawabnya. Banyak metode yang dapat diterapkan di satuan pendidikan untuk membekali anak-anak difabel kemampuan untuk menghadapi bencana. Penerapan metode dalam penyampaian materi mengenai kesiapsiagaan terhadap bencana kepada anak difabel dapat dilakukan secara inklusi sehingga mereka dapat terlibat dalam perencanaan rencana kontijensi.

Harapan dari adanya satuan pendidikan aman bencana khususnya bagi anak difabel yaitu mereka dapat mengetahui hal-hal yang akan dilakukan ketika bencana terjadi. Metode inklusi yang dapat diimplementasikan misalnya seperti membuat skenario bencana. Berdasarkan skenario bencana yang telah dibuat tersebut mereka seolah-olah sedang dihadapkan pada suatu bencana. Mereka dipandu untuk melakukan pemetaan kerentanan apa saja yang ada di lingkungan sekolahnya. Ketika bencana terjadi mereka dipandu untuk berkumpul di titik aman yang telah ditetapkan. Mereka juga dibagi menjadi beberapa peran yang berfungsi untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan juga membantu satu sama lain ketika terjadinya bencana.

Pembagian peran yang dapat diterapkan misalnya seperti menunjuk salah satu siswa untuk membunyikan tanda peringatan dini menggunakan sirine atau dapat pula menggunakan bendera. Penggunaan bendera berfungsi sebagai penguat tanda bahaya yang dikhususkan bagi anak-anak yang tidak dapat mendengar suara. Selain itu, peran lainnya yaitu mengatur teman-temannya untuk keluar dari kelas dengan tenang dan menuju ke titik aman yang telah ditetapkan. Mereka juga dapat diarahkan untuk membantu temannya yang menggunakan kursi roda dengan cara mendorong kursi roda temannya dan membawa ke titik aman (Koswara et al., 2019).

 

Daftar Pustaka

Koswara, A., Amri, A., Zainuddin, F. K., Ngurah, I., Muzaki, J., Muttmainnah, L., Utaminingsih, M., Saleky, S. R. J., Widowati, & Tebe, Y. (2019). “Mewujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana di Indonesia.”

Rinanda, S. (2013). Pengaruh Metode Simulasi Tanggap Bencana Alam terhadap Kemampuan Mitigasi pada Anak Tunagrahita Ringan di Kelas C/D VI SLB Perwari Padang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus1, 164–173.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

29 Mar 2021 - 08:15:23, Ismi Nur Khasanah (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta)